photo bannerkiri_zps82b14c0c.png

Gaya Komunikasi Yang Ideal Dari Orangtua Ke Anak

blogger templates
Banyak Orang Tua menganggap remeh dalam hal membangun komunikasi dengan anak. Bahkan sering kali orang tua malas atau susah untuk berkomunikasi dengan anak-anak mereka.

Membangun komunikasi yang baik itu susah-susah mudah. Susah karena kita malas dan tidak pro-aktif,
namun mudah jika kita mengetahui trik-nya. Jangan lupa, bahwa anak-anak belajar dari apa yang dia lihat di dalam rumah, di sekitarnya, termasuk dari orang tuanya sendiri.

Berikut ini tips bagaimana membangun komunikasi yang baik dengan anak-anak kita:

1. Jadilah pendengar yang baik
Jika ingin anak mau menceritakan sesuatu hal, segera hentikan kegiatan yang sedang Anda lakukan ketika itu. Jika tidak, si anak akan merasa tidak dipedulikan dan mengangggap Anda tidak punya waktu untuknya. Hindari juga untuk memotong pembicaraan si anak, jika dia marah, ketakutan, gembira dan sebagainya biarkan dia untuk mengungkapkannya. Sebaliknya ketika si anak mendengarkan perkataan Anda, Anda boleh saja untuk curhat tetapi yang sesuai dengan usia mereka. Dengan menjadi pendengar yang baik dan mendapat perhatian dari Anda, hal itu merupakan pemberian yang terbaik bagi anak.

2. Tenang dan jujur
Hindari untuk mengucapkan kata-kata yang tidak pantas atau yang bisa menyakitkan bagi dia sebagai ungkapan rasa marah atau frustrasi. Anak akan belajar menjadi pendengar yang baik dan percaya pada apa yang Anda katakan bila Anda berbicara dengan jujur, benar, dan tenang. Rasa percaya dan menghormati itu datangnya dari kejujuran dan ketulusan Anda sendiri. Jika Anda tidak bersungguh-sungguh sebaiknya jangan katakan hal yang tidak perlu Anda katakan itu.

3. Pembicaraan dua arah
Jika berbicara dengan anak, berilah mereka pilihan. Biarkan mereka merasa sedang mengobrol dengan Anda, bukan sedang diatur oleh Anda. Ciptakan komunikasi dua arah dengan suasana yang menyenangkan, bukan dengan komunikasi satu arah, dan apalagi dengan sikap mendikte.

4. Hindari pertanyaan yang bertubi-tubi
Usahakan agar Anda tidak menguasai pembicaraan. Jika si anak curhat dan merasa Anda terlalu cerewet atau bahkan kecewa dengan ceritanya, kemungkinan di lain waktu ketika dia mempunyai masalah, si anak kemungkinan tidak akan membagi cerita kepada Anda.

5. Berilah dukungan
Ketika si anak sudah mulai mempercayakan ceritanya kepada Anda, mereka harus merasa lega, merasakan dukungan Anda, terinspirasi, dan bersemangat. Jangan membuat mereka merasa bersalah atau apalagi kecewa. Jika anak datang kepada Anda dan menceritakan masalahnya, coba untuk dengarkan dengan penuh perhatian serta beri dukungan seperti “Bunda yakin kamu bisa atasinya”, “Bunda ada di sini koq dan siap membantumu”, dan sebagainya.

6. Menempatkan diri
Usahakan agar selalu melepaskan atribut Anda sebagai orangtua ketika mendengar curhat anak dan cobalah untuk menempatkan diri Anda pada posisi anak. Fikir dan rasakan betapa sulitnya bagi anak Anda untuk mengutarakan permasalahan yang dihadapinya dan berhati-hatilah sebelum memberi reaksi atau komentar.

7. Cintailah buah hati
Katakan kepada anak (dan tanpa pernah Anda merasa bosan), betapa Anda mencintainya dan bisa Anda tunjukkan melalui perlakuan yang penuh kasih. Beri si anak perhatian, seperti ketika dia masih bayi yang tidak bisa melakukan apa-apa. Tunjukkan kepada dia bahwa tiada hal yang lain yang lebih penting selain berada bersamanya.

8. Follow-Up / Tindaklanjuti
Setelah si anak selesai curhat, coba tindaklanjuti sehingga membuat anak jadi yakin bahwa Anda peduli akan masalah / kesulitannya, dan membantunya, sekaligus bisa memberi kesempatan kepada Anda untuk masuk ke dalam dunianya.

9. Minta maaf jika salah
Jangan ragu-ragu atau malu untuk mengungkapkan permintaan maaf jika Anda mengatakan atau melakukan sesuatu yang mungkin tidak sepatutnya dikatakan/dilakukan.

10. Luangkan waktu
Tetap luangkan waktu Anda, meskipun sedikit pun hanya untuk buah hati tercinta Anda. Orang tua yang sibuk bukan berarti orang tua yang buruk, lakukan segala sesuatu dengan spontan seperti mengajak bermain, berolahraga bersama, atau nonton film.

TAMBAHAN
4 tipe gaya komunikasi ortu dengan anak
berkomunikasi maupun bernegosiasi, setiap orangtua punya gaya berbeda. Ada yang hard bargainer, collaborator, conflict avoider, dan acoomodator. Teori ini muncul dilatarbelakangi pengamatan secara langsung oleh ahli atas perilaku orangtua terhadap anak-anaknya. Ada yang keras, selalu mendengarkan dan bekerja sama, senang menghindari konflik, atau malah selalu mengikuti kemauan anak. Sebenarnya, setiap gaya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Berikut penjelasannya:

1. Hard Bargainer
Ciri-ciri:
  • Bertipe keras. Jika memiliki pendapat dan keinginan, ia akan mempertahankan sekuat tenaga.
  • Memaksakan kehendak karena semua aturan di rumah harus ia yang buat.
  • Merasa jika pendapatnyalah yang paling benar, paling bisa mengatur.
  • Sulit mendengarkan pendapat orang lain apalagi dari anak. Kalaupun mau mendengarkan, ia akan meminta alasan yang kuat dari anak.
  • Senang mengancam dan memberi hukuman.

(+)Sisi positif:
  • Keputusan, baik itu instruksi atau aturan dapat dibuat dengan cepat, tegas, dan efektif.
  • Aturan-aturan di rumah dapat ditegakkan dengan baik.
  • Dapat memicu anak untuk melatih pola berpikirnya. Seperti meminta alasan kenapa ia berbuat sesuatu, anak akan berpikir keras untuk mengungkapkan pendapatnya mengingat orangtuanya sulit diyakinkan. Jika ia terbiasa berpikir mencari alasan-alasan logis, maka ia akan terbiasa untuk kreatif berpikir. Kelak ketika bernegosiasi, anak bisa menajdi negosiator andal karena ia terlatih untuk mempertahankan pedapatnya dengan alasan-alasan logis.
(-)Sisi negatif:
  • Anak kerap tak memiliki kebebasan untuk mengemukakan pendapat sehingga kreativitasnya terpasung.
  • Anak merasa terkekang yang bisa memupuk sifat membangkang, juga merasa tertekan karena apa yang dikatakan orangtuanya harus dipatuhi. Apalagi jika si anak menurunkan sifat orangtuanya yang hard bargainer, pasti akan sering terjadi pertengkaran, karena orangtua ingin pendapatnya dituruti sementara anak sulit diatur. Keributan-keributan yang tak tertangani dengan baik akan membuat hubungan orangtua dan menjadi tidak harmonis.

2. Collaborator
Ciri-ciri:
  • Menekankan kerja sama. Ketika ada tujuan yang ingin dicapai, orangtua mengajak anak berkumpul untuk mencapai tujuan secara bersama-sama. Ketika mereka akan pergi liburan, anak diajak duduk bareng untuk berembuk tempat mana yang paling pas untuk menjadi tujuan, sehingga kemudian diputuskan mana yang terbaik. Prinsipnya, rembuk dulu, putuskan kemudian.
  • Bersikap terbuka dengan permasalahan yang ada. Ketika memutuskan sesuatu, mereka selalu mempertimbangkan keinginan anak. Lalu, ketika terjadi perdebatan, orangtua tetap fokus pada kepentingan dan tujuannya.

(+)Sisi positif:
  • Anak bisa menjadi sosok yang terbuka dan hangat terhadap permasalahan yang mereka hadapi, sehingga komunikasi orangtua dengan anak dapat terjalin baik.
  • Relasi dengan anak dapat terjaga.
  • Anak merasa didengarkan pendapatnya.
(-)Sisi negatif:
  • Anak bisa lepas kendali, utamanya bila pengawasan orangtua kurang ketat. Ingat, tidak perlu dalam semua hal anak boleh diajak bekerja sama. Ada saat dimana orangtua mutlak harus mempertahankan pendiriannya. Ketika anak gemar bermain internet, orangtua wajib memberikan aturan-aturan yang tegas mengenai situs-situs apa saja yang tidak boleh dikunjungi. Selebihnya, aturan seperti kapan anak boleh berinternet bisa disepakati bersama.
  • Tipe ini juga memerlukan energi dan waktu yang besar, karena segala hal harus didiskusikan bersama.
  • Keputusan yang diambil cenderung lambat dan terkesan tidak tegas.

3. Conflict Avoider
Ciri-ciri:
  • Selalu menghindari terjadinya konflik dengan anak. Jika anak melakukan kesalahan atau sesuatu yang tidak baik, orangtua tak mau menegur, menasihati, menegur, karena orangtua tak ingin anaknya marah, melawan, atau menangis sehingga muncul konflik.
  • Cuek.
  • Tidak terlalu banyak bicara atau menegur.
  • Tidak banyak aturan.
  • Tidak membatasi, tetapi membebaskan apa saja yang dilakukan anak (permisif).

(+)Sisi positif:
  • Anak bebas berkreasi dan bereksperimen, sehingga bisa menjadikan anak kreatif.
  • Relasi orangtua dan anak terjaga dengan baik (harmonis).
(-)Sisi negatif:
  • Anak tidak tahu aturan sehingga bisa lepas kendali. Bisa saja kelak ia menjadi anak yang liar dan sulit diatur karena terbiasa bebas melakukan apa saja.
  • Anak tidak belajar dari kesalahan-kesalahan sebelumnya.
  • Anak tidak tahu mana yang baik dan buruk, benar dan salah, dan sebagainya.
  • Anak menjadi pribadi egois dan mau menang sendiri.

4. Accomodator
Ciri-ciri:
  • Selalu ingin menyesuaikan, mengabulkan, atau mengakomodasi keinginan anak. Ketika anak ingin dibelikan mobil-mobilan, boneka, sepeda, atau ponsel, orangtua selalu mengabulkannya.
  • Menganggap jalinan relasi lebih penting dari masalah itu sendiri.
  • Memberi kebebasan buat anak untuk berkomunikasi, bereksplorasi, dan bereksperimen.
  • Tidak banyak aturan dan disiplin, karena dianggap akan mengekang kreativitas.
  • Fleksibel.
  • Sama halnya dengan conflict avoider, cenderung antikonflik demi kebersamaan/menjaga relasi dengan anak.
  • Tidak mau anaknya merasa bersalah/tersakiti.
  • Easy going, apa pun karakter anak yang ia hadapi berusaha disesuasikan dengan drinya. Tidak terlalu dipikirkan karena ia lebih terfokus kepada kesenangan dan relasi orang lain daripada dirinya.

(+)Sisi positif:
  • Anak merasa didengarkan.
  • Kreativitas anak tergali dengan optimal.
  • Anak berani mengemukakan pendapat.
  • Relasi orangtua dan anak terjaga dengan baik.

(-)Sisi negatif:
  • Menjadikan anak “liar”, karena keinginannya selalu dikabulkan.
  • Anak tidak disiplin dan tidak tahu aturan.
  • Tidak terampil bernegosiasi, karena pendapatnya selalu disetujui tanpa pernah dibantah, alias tidak terampil mengemukakan argumentasi.

0 Response to "Gaya Komunikasi Yang Ideal Dari Orangtua Ke Anak"

Post a Comment

Terima kasih Bila anda mengomentari sedikit tentang artikel yang saya post.